Senin, 05 Agustus 2013


Paradoks Muye’ [1]di Pesantren
Oleh: Moh. Jamaluddin*
           
                                           
            Diskusi bulanan yang diadakan oleh Ikatan Keluarga Timur Daya (IKSTIDA) telah terlaksana 4 kali, dan kali ini merupakan ke 5 kalinya.
            Malam itu, awalnya saya tidak mau hadir. karena biasanya, Ikstida nyebar memo pendelegasian pada masing- masing organisasi bagian (Pasra, Iksbat, Iksabad, Iksal ). Dan kebetulan saya tidak kebagian (memo) dari Pasra. Tapi, Ketika sedang berada diteras Masjid Jami’ Annuqayah, bagian selatan, dan sama sekali tidak ada niatan untuk hadir pada diskusi Ikstida, tiba- tiba pak Pres(Ketua IKSTIDA)  menghampiri saya, mengajak saya untuk ikut. akhirnya sayapun hadir ke diskusi bulanan tersebut.
Diskusi dipimpin  Saudara Darus Salam si DJarank Pulang –si orang aneh tapi happis, lucu, imut. Sering melemparkan kata- kata, “sesama orang miskin dilarang merampok” dan kata- kata, “ si Djarank pulang”. sampai kesandal- sandalnya tertulis: “Djarank pulang”---. Dan berjalan dengan baik . hangat lagi. Mungkin karena diskusi dipimpin oleh Darus. Atau mungkin karena tema yang diangkat kali ini sangat menyentuh hati(membuat sahabati- sahabati di sebrang sana, Ikstida putri, pada posyang, kerepotan nyalsal kamus populer. Muyek ? kok gak ketemu ya artinya ...): Paradoks Muye’ di Pesantren.
Diskusi berjalan dengan tertib. Teman- teman saling melemparkan statemen, menyanggah dan saling mempertahankan argumentasinya masing- masing. Saya sendiri? tidak sepakat jika muye’ lestari di lingkungan pesantren. Alasannya sederhana, karena itu budaya (umat nabi Luth) yang tidak sinergis dengan agama kita.
Tapi demikian, kenyatannya temen- teman yang mendukung lestarinya muye’ dipesantren lebih dominan. Salah satunya Z. Hasan A.  dia menandasakan bahwa dengan “doyan” muye’ akan mempengaruhi kedewasaan kita. Bahkan yang saya ingat, dia juga berargumen, “ ada temen kamar saya, jika sedetik saja ditinggl “sang” pujaan(Muye’) dia akan jatuh sakit, Pusing.(waktu itu saya berfikir, ‘gawat darurat benar tuh orang!’ ) ”
Ada banyak temen- temen yang juga setuju pelestarian muye’ di pesantren. Setelah saya teliti, kayaknya, pemimpin diskusinya juga lebih cenderung setuju pada keberadan muye’. Saya teliti dari kalimatnya ketika sejenak mengambil alih perjalan diskusi, : ” …. dalam perjalanan hidupnya, penggemar muye’ pasti merasakan sensasi hidup yang luar biasa. Ada warna yang ikut andil memberikan pengaruh pada ke kerasanan menetap di pondok. Dan saya yakin,  pihak yang kontra ini masih baru, belum banyak mengenal seluk- beluk “manfaat” muye’. Jadi, wajarrr…… sangat wajar. ‘E, kok kayaknya saya lebih mendukung yang pro, ya?!’ (jika anda tau ekpresi darus waktu itu, pasti akan ikut cengengesan; hiks, hiks, hiks. Masak pemimpin diskusi juga ikut mempromosikan. Tak jelas!) Wajar… termasuk santri senior. Baik.. teman- teman, bagaimana pendapat dari pihak kontra setelah mendapat sanggahan dari pihak pro. Bahwa muye’ itu mendewasakan . bahwa muye’ itu…… ya, silahkan saudara Rafi’uddin! Dari Pihak yang kontra dan ini masih santri baru kayaknya  ” .
Diskusi berjalan sangat seru sekali… hilir mudik suara jangkrik menandai semakin larutnya malam kali itu.  
Demikian ingatan saya tentang diskusi pada Malam Rabu, 12 Maret 2013 M. Semoga memberikan kesan yang “luarbiasa” ketika kita sama- sama mengingatnya lagi 10. 20. 30. 40. 50. 60 sampai 1abad yang akan datang.(mun dugghe!        ).
Semoga diskusi bulanan seperti ini bisa terus dilaksanakan priode selanjutnya. Amien… wallahu   A’ lam!

* Anggota Ikstida. remaja kelahiran 1995
Silahkan datangi saya Kamar duka A/15  
           


[1] Ah,  anda jangan mengada- ngada. Tak usah jelasaghi. Saya yakin anda paham semua kan…!?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar