Paradoks Muye’
[1]di
Pesantren
Oleh: Moh. Jamaluddin*
Diskusi bulanan yang diadakan oleh Ikatan
Keluarga Timur Daya (IKSTIDA) telah terlaksana 4 kali, dan kali ini merupakan
ke 5 kalinya.
Malam itu, awalnya saya tidak mau
hadir. karena biasanya, Ikstida nyebar memo pendelegasian pada masing- masing
organisasi bagian (Pasra, Iksbat, Iksabad, Iksal ). Dan kebetulan saya tidak
kebagian (memo) dari Pasra. Tapi, Ketika sedang berada diteras Masjid Jami’
Annuqayah, bagian selatan, dan sama sekali tidak ada niatan untuk hadir pada
diskusi Ikstida, tiba- tiba pak Pres(Ketua
IKSTIDA) menghampiri saya, mengajak
saya untuk ikut. akhirnya sayapun hadir ke diskusi bulanan tersebut.
Diskusi dipimpin Saudara Darus Salam si DJarank Pulang –si orang
aneh tapi happis, lucu, imut. Sering melemparkan kata- kata, “sesama
orang miskin dilarang merampok” dan kata- kata, “ si Djarank pulang”.
sampai kesandal- sandalnya tertulis: “Djarank pulang”---. Dan berjalan
dengan baik . hangat lagi. Mungkin karena diskusi dipimpin oleh Darus. Atau
mungkin karena tema yang diangkat kali ini sangat menyentuh hati(membuat
sahabati- sahabati di sebrang sana, Ikstida putri, pada posyang, kerepotan
nyalsal kamus populer. Muyek ? kok gak ketemu ya artinya ...): Paradoks
Muye’ di Pesantren.
Diskusi berjalan dengan tertib. Teman- teman
saling melemparkan statemen, menyanggah dan saling mempertahankan argumentasinya
masing- masing. Saya sendiri? tidak sepakat jika muye’ lestari di
lingkungan pesantren. Alasannya sederhana, karena itu budaya (umat nabi Luth) yang
tidak sinergis dengan agama kita.
Tapi demikian, kenyatannya temen- teman yang
mendukung lestarinya muye’ dipesantren lebih dominan. Salah satunya Z.
Hasan A. dia menandasakan bahwa dengan
“doyan” muye’ akan mempengaruhi kedewasaan kita. Bahkan yang saya ingat,
dia juga berargumen, “ ada temen kamar saya, jika sedetik saja ditinggl “sang”
pujaan(Muye’) dia akan jatuh sakit, Pusing.(waktu itu saya berfikir,
‘gawat darurat benar tuh orang!’ ) ”
Ada banyak temen- temen yang juga setuju
pelestarian muye’ di pesantren. Setelah saya teliti, kayaknya, pemimpin
diskusinya juga lebih cenderung setuju pada keberadan muye’. Saya teliti
dari kalimatnya ketika sejenak mengambil alih perjalan diskusi, : ” …. dalam
perjalanan hidupnya, penggemar muye’ pasti merasakan sensasi hidup yang
luar biasa. Ada warna yang ikut andil memberikan pengaruh pada ke kerasanan
menetap di pondok. Dan saya yakin, pihak
yang kontra ini masih baru, belum banyak mengenal seluk- beluk “manfaat” muye’.
Jadi, wajarrr…… sangat wajar. ‘E, kok kayaknya saya lebih mendukung yang pro,
ya?!’ (jika anda tau ekpresi darus waktu itu, pasti akan ikut cengengesan;
hiks, hiks, hiks. Masak pemimpin diskusi juga ikut mempromosikan. Tak jelas!)
Wajar… termasuk santri senior. Baik.. teman- teman, bagaimana pendapat dari
pihak kontra setelah mendapat sanggahan dari pihak pro. Bahwa muye’ itu
mendewasakan . bahwa muye’ itu…… ya, silahkan saudara Rafi’uddin! Dari Pihak
yang kontra dan ini masih santri baru kayaknya ” .
Diskusi berjalan sangat seru sekali… hilir
mudik suara jangkrik menandai semakin larutnya malam kali itu.


Semoga diskusi bulanan seperti ini bisa terus
dilaksanakan priode selanjutnya. Amien… wallahu A’ lam!
*
Anggota Ikstida. remaja kelahiran 1995
Silahkan
datangi saya Kamar duka A/15